Selasa, 20 Desember 2022

ANALISIS POTENSI OBYEK WISATA GROJOGANSEWU TERHADAP PENGEMBANGAN WISATA DI KECAMATAN TAWANGMANGU KABUPATEN KARANGANYAR

 

   HASIL.PENELITIAN.DAN.PEMBAHASAN

1.  Gambaran Umum Daerah 

Jawa Tengah adalah sebuah provinsi Indonesia yang terletak di bagian tengah Pulau Jawa dimana Kota Semarang merupakan ibu kota provinsi ini. Posisi ini membuat Jawa Tengah berada di lokasi strategis secara geografi dan geologi. Jawa Tengah diapit oleh tiga provinsi, laut, dan samudera. Secara geografis,  Provinsi Jawa Tengah terletak di  antara 6° dan 8° Lintang Selatan dan antara 108° dan 111° Bujur Timur. Adapun batas-batas wilayah Provinsi Jawa Tengah antara lain :

  • Utara : Laut Jawa
  • Selatan : Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta dan Samudera Hindia
  • Barat : Provinsi Jawa Barat
  • Timur : Provinsi Jawa Timur

 Provinsi Jawa Tengah juga meliputi Pulau Nusakambangan di sebelah selatan (dekat dengan perbatasan Jawa Barat), serta Kepulauan Karimun Jawa di Laut Jawa. Luas wilayahnya 32.544,02 km², atau sekitar 28,94% dari luas pulau Jawa. Kabupaten Cilacap merupakan kabupaten terluas yang ada di Provinsi Jawa Tengah dengan luas 2.138,51 km2, sedangkan Kota Magelang merupakan daerah terkecil dengan luas 18,12 km2.  Berikut merupakan luas wilayah menurut kabupaten/kota di Provinsi Jawa Tengah.

Tabel 1. Luas Wilayah menurut Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Tengah

NoKabupaten/KotaLuas(km2)Presentase (%)
Kabupaten/Regency
1.Cilacap2138,516,57
2.Banyumas1327,594,08
3.Purbalingga777,652,39
4.Banjarnegara1069,743,29
5.Kebumen1282,743,94
6.Purworejo1034,823,18
7.Wonosobo984,683,03
8.Magelang1085,733,34
9.Boyolali1015,073,12
10.Klaten655,562,01
11.Sukoharjo466,661,43
12.Wonogiri1822,375,60
13.Karanganyar772,202,37
14.Sragen946,492,91
15.Grobogan1975,856,07
16.Blora1794,405,51
17.Rembang1014,103,12
18.Pati1491,204,58
19.Kudus425,171,31
20.Jepara1004,163,09
21.Demak897,432,76
22.Semarang946,862,91
23.Temanggung870,232,67
24.Kendal1002,273,08
25.Batang788,952,42
26.Pekalongan836,132,57
27.Pemalang1011,903,11
28.Tegal879,702,70
29.Brebes1657,735,09
Kota/Municipality
1.Magelang18,120,06
2.Surakarta44,030,14
3.Salatiga52,960,16
4.Semarang373,671,15
5.Pekalongan44,960,14
6.Tegal34,490,11
Jawa Tengah32544,12100,00

Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah, 2019

Secara geologi, Provinsi Jawa Tengah berada pada jalur pegunungan muda (ring of fire) dunia sehingga memiliki banyak gunung berapi aktif, yakni Gunung Slamet dan Gunung Sumbing. Kondisi ini membuat daerah di sekitar gunung tersebut diperuntukan pertanian dan perkebunan.

Secara adiminstratif, Provinsi Jawa Tengah terbagi atas 29 kabupaten dan 6 kota yang membawahi 573 kecamatan . secara keseuluruhan di Jawa tengah terdapat 7.809 desa dan 750 kelurahan. Sehingga menjadikan Provinsi Jawa Tengah sebagai provinsi dengan jumlah kelurahan/desa terbanyak di Indonesia.

Pertanian merupakan sektor utama perekonomian Provinsi Jawa Tengah, di mana mata pencaharian di bidang ini digeluti hampir separuh dari angkatan kerja terserap. Kawasan hutan meliputi 20% wilayah provinsi, terutama di bagian utara dan selatan, yakni daerah Rembang, Blora, Grobogan yang merupakan penghasil utama kayu jati. Provinsi Jawa Tengah juga terdapat sejumlah industri besar dan menengah. Daerah Semarang-Ungaran-Demak-Kudus merupakan kawasan industri utama di Provinsi Jawa Tengah. Kabupaten Kudus dikenal sebagai pusat industri rokok. Di Kabupaten Cilacap terdapat industri semen. Kota Solo, Kota Pekalongan, Juwana, dan Lasem dikenal sebagai kota Batik yang kental dengan nuansa klasik. Blok Cepu di pinggiran Kabupaten Blora (perbatasan Jawa Timur dan Jawa Tengah) terdapat cadangan minyak bumi dikenal sebagai daerah tambang minyak. (Sumber : Kemendagri, 2015)

Kependudukan

Provinsi Jawa Tengah dikenal sebagai “jantung” budaya Jawa. Namun, di provinsi ini ada pula suku bangsa lain yang memiliki budaya yang berbeda dengan suku Jawa seperti suku Sunda di daerah perbatasan dengan Provinsi Jawa Barat. Selain ada pula warga Tionghoa-Indonesia, Arab-Indonesia dan India-Indonesia yang tersebar di seluruh provinsi ini. Mayoritas penduduk Provinsi Jawa Tengah didomonasi perempuan sebanyak 17.389.029 jiwa, sedangkan laki-laki hanya berjumlah 17.101.806 jiwa. Berikut merupakan tabel jumlah penduduk Provinsi Jawa Tengah:

Tabel 2. Jumlah penduduk menurut kabupaten/kota di Provinsi Jawa Tengah Tahun 2018

NoWilayah JatengJumlah Penduduk (Jiwa)
Laki-LakiPerempuanTotal
Kabupaten/Regency
1.Cilacap8612668582381719504
2.Banyumas8387988403261679124
3.Purbalingga456972468221925193
4.Banjarnegara459903458316918219
5.Kebumen5950036000891195092
6.Purworejo353298363179716477
7.Wonosobo399115388269787384
8.Magelang6419926376331279625
9.Boyolali482309497490979799
10.Klaten5748245965871171411
11.Sukoharjo438527446678885205
12.Wonogiri465124491982957106
13.Karanganyar434726444352879078
14.Sragen434976452913887889
15.Grobogan6782966933141371610
16.Blora424189437921862110
17.Rembang315689317895633584
18.Pati6070026462971253299
19.Kudus423985437445861430
20.Jepara6184226221781240600
21.Demak5704815813151151796
22.Semarang5112025294271040629
23.Temanggung383704381890765594
24.Kendal488618475488964106
25.Batang380574381803762377
26.Pekalongan443009448883891892
27.Pemalang6432196565051299724
28.Tegal7143057229201437225
29.Brebes9056838971461802829
Kota/Municipality
1.Magelang6000561867121872
2.Surakarta251772266115517887
3.Salatiga9371897853191571
4.Semarang8755759105391786114
5.Pekalongan152202152275304477
6.Tegal123323125680249003
Jawa Tengah171018061738902934490835

Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah, 2019

Kepadatan penduduk di Provinsi Jawa Tengah pada tahun 2018 mencapai 1,060 jiwa/km2. Kepadatan penduduk di 35 kabupaten/kota cukup beragam dengan kepadatan penduduk tertinggi terletak di Kota Surakarta dengan kepadatan sebesar 11.762 jiwa/km2 dan terendah di Kabupaten Blora sebesar 480 jiwa/km2

Perumahan dan Lingkungan

Kebutuhan dasar manusia setelah pangan dan sandang adalah papan. Papan dalam hal ini adalah kebutuhan akan rumah tempat tinggal yang layak baik dari segi fisik, fasilitas maupun lingkungannya. Terdapat beberapa kriteria rumah tinggal yang harus dipenuhi sehingga dapat dikategorikan ke  dalam  rumah yang layak huni sebagai tempat tinggal. Kriteria tersebut  diantaranya  yaitu  rumah  yang memiliki  dinding  terluas yang terbuat dari tembok atau kayu, dengan beratapkan beton, genteng, sirap, seng maupun  asbes,  dan  memiliki  lantai  terluas  bukan  tanah.  Data  hasil  Statistik Perumahan 2017/2018 menunjukan bahwa persentase rumah tangga yang bertempat tinggal   di   rumah   yang   berlantaikan   bukan   tanah   menunjukkan   adanya peningkatan. Pada  tahun  2017,  rumah  yang berlantaikan bukan tanah sebesar 93,48% atau mengalami kenaikan bila dibandingkan pada tahun 2016 yang sebesar 84,55%.

Tabel 6. Rumah Tangga Menurut Beberapa Indikator Kualitas Perumahan, 2015–2017

Indkator Kulitas PerumahanPerkotaanPerdesaanTotal
201620172016201720162017
Lantai bukan tanah (%)92,4893,4877,4779,3384,5586,22
Atap beton, genteng, sirap, seng, dan asbes (%)99,6098,8799,9199,9599,8899,91
Dinding terluas tembok dan kayu (%)96,7797,292,3493,8294,3895,47

Sumber: Indikator Kesejahteraan 2017/2018 Provinsi Jawa Tengah

Indikator  lain  yang  digunakan  untuk  melihat  kualitas  perumahan  untuk  rumah  tinggal  adalah penggunaan  atap  dan  dinding terluas.  Dari  hasil  Susenas  2016 rumah  tinggal  dengan  atap  beton, genteng,  sirap,  seng,  dan  asbes  mencapai  99,88%  dan  pada  tahun  2017 meningkat  menjadi 99,91%.  Kondisi  yang  sama  terjadi  pada  bangunan  rumah  tinggal  yang  menggunakan  dinding terluas  tembok  dan  kayu  yang  juga  meningkat dari 94,38%  menjadi 95,47%  pada  tahun 2017.

Kualitas dan kenyamanan rumah tinggal ditentukan oleh kelengkapan fasilitas suatu rumah tinggal. Fasilitas perumahan yang penting adalah penerangan. Sumber penerangan yang ideal berasal dari listrik (PLN dan Non-PLN). Berdasarkan  hasil  Susenas tahun  2017,  sebanyak 99,91% rumah tangga telah menikmati fasilitas penerangan listrik,  angka ini meningkat  jika  dibandingkan dengan  tahun  2016 (99.88%).  Jika  dilihat  berdasarkan  daerah  tempat  tinggal,  pada  tahun  2017, rumah  tangga  yang  menggunakan  listrik  di  perkotaan  sebanyak  99,96%,  sementara  didaerah perdesaan sebanyak 99,86%.

Pada tahun 2017, rumah tangga di Provinsi Jawa Tengah yang menggunakan  air  kemasan,  air  isi ulang,  dan  air  ledeng  sebagai sumber air minum dan masak mencapai 39,17%. Terlihat perbedaan yang sangat signifikan bila dibedakan menurut daerah tempat tinggal. Hal ini terlihat dari rumah tangga di daerah perkotaan dalam mengkonsumsi air kemasan, air isi ulang dan air dari ledeng yang mencapai 50,48%, sementara diperdesaan hanya 28,46%.

Tabel 8. Persentase Rumah Tangga Menurut Beberapa Fasilitas Perumahan , 2015–2017

Fasilitas PerumahanPerkotaanPerdesaanTotal
201620172016201720162017
Penerangan Listrik99,9599,9699,8199,8699,8899,91
Air minum kemasan/leding47,2550,4825,0928,4635,339,17
Jamban Sendiri dengan tanki septik tank87,7187,0574,4374,4280,7480,69

Sumber: Indikator Kesejahteraan 2017/2018 Provinsi Jawa Tengah

Penyediaan  sarana  jamban  merupakan  bagian  dari  usaha  sanitasi  yang  cukup  penting peranannya. Jika ditinjau dari sudut kesehatan lingkungan, pembuangan kotoran manusia yang tidak memenuhi standar sanitasi yang baik akan mencemari lingkungan terutama tanah dan sumber air. Fasilitas rumah tinggal yang berkaitan dengan hal tersebut adalah ketersediaan jamban sendiri dengan tangki septik. Teknologi pembuangan kotoran manusia untuk daerah perdesaan berbeda dengan teknologi jamban di daerah perkotaan. Selama tahun 2016-2017 persentase  rumah  tangga yang memiliki jamban sendiri dengan septik tank menunjukkan tren  penurunan baik di daerah perkotaan maupun di perdesaan.

Berdasarkan Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Jawa Tengah tipologi permukiman terbagi menjadi permukiman kawasan perkotaan dan permukiman kawasan perdesaan. Luas lahan yang diperuntukan fungsi permukiman pada tahun 2019 mencapai 5.592 km2 atau sekitar 17% dari seluruh luas Provinsi Jawa Tengah digunakan untuk kawasan permukiman. Berikut grafik luas permukiman di Provinsi Jawa Tengah pada tahun 2018 :

Sumber : http://si.disperakim.jatengprov.go.id/perumahan/rtlh

Sumber : http://si.disperakim.jatengprov.go.id/perumahan/rtlh

Grafik 1. Grafik Luas Permukiman di Provinsi Jawa Tengah tahun 2018

Sumber : Perda Provinsi Jawa Tengah No 7 Tahun 2019 tentang Rencana Pembangunan dan pengembangan Perumahan dan Kawasan Permukiman Provinsi Jawa Tengah.

Sumber : Perda Provinsi Jawa Tengah No 7 Tahun 2019 tentang Rencana Pembangunan dan pengembangan Perumahan dan Kawasan Permukiman Provinsi Jawa Tengah.

Gambar 1. Gambar persebaran permukiman di Jawa Tengah.

Sumber : Perda Provinsi Jawa Tengah No 7 Tahun 2019 tentang Rencana Pembangunan dan pengembangan Perumahan dan Kawasan Permukiman Provinsi Jawa Tengah.

Sumber : Perda Provinsi Jawa Tengah No 7 Tahun 2019 tentang Rencana Pembangunan dan pengembangan Perumahan dan Kawasan Permukiman Provinsi Jawa Tengah.

Gambar 2. Gambar persebaran permukiman perkotaan dan perdesaan

Persebaran permukiman di Provinsi Jawa Tengah tersebar merata di kabupaten/kota serta di dominasi oleh permukiman kawasan perdesaan yang mencapai 409.147,23 ha atau sekitar 73%. Sedangkan sebanyak 150.085,4 Ha merupakan permukiman perkotaan. Meskipun angka permukiman perdesaan lebih luas dari pada permukiman kawasan perkotaan, akan tetapi persebaran permukiman perdesaan cukup merata di seluruh kabupaten. Sehingga pola permukiman yang terbentuk adalah permukiman dengan kepadatan rendah dan sedang. Sedangkan pada permukiman perkotaan membentuk pola permukiman padat. Berikut data masing-masing luas permukiman di kabupaten/kota di Provinsi Jawa Tengah.

Tabel 3. Luas Permukiman di Provinsi Jawa Tengah tahun 2018

NoKabupaten/KotaLuas Kawasan permukiman (Ha)
PerkotaanPerdesaan
Kabupaten
1Banjarnegara                 1,803.389713.37
2Banyumas                 8,528.9317057.86
3Batang                2,608.666775.63
4Blora                2,570.7711253.28
5Boyolali                   5,561.1720081.9
6Brebes                  3,194.3212903.68
7Cilacap                 10,551.1326450.8
8Demak                4,209.209850.14
9Grobogan                4,305.3622837.07
10Jepara                  5,291.3314744.94
11Karanganyar                  3,643.1217463.61
12Kebumen                5,776.9626440.85
13Kendal                3,903.469796.92
14Klaten                   5,201.2116095.27
15Kudus                 5,267.724079.99
16Magelang                 4,821.9213250.81
17Pati                 4,517.8018201.65
18Pekalongan                 2,565.208284.91
19Pemalang                 4,251.848473.97
20Purbalingga                 2,242.059136.12
21Purworejo                3,683.4017488.28
22Rembang                  1,473.335666.72
23Semarang                 5,238.8212582.53
24Sragen                  3,327.3120577.2
25Sukoharjo                 6,825.969404.42
26Tegal                 3,639.0310125.67
27Temanggung                  1,286.258471.71
28Wonogiri                4,769.6834397.53
29Wonosobo                1,049.247540.4
30Magelang1199.760
31Pekalongan2259.330
32Salatiga2616.930
33Semarang16027.490
34Surakarta3871.320
35Tegal2002.030
Jawa Tengah150085.41409147.23

Sumber : http://si.disperakim.jatengprov.go.id/kawasan_permukiman/permukiman

Pembangunan rumah di Provinsi Jawa Tengah  berupa rumah formal dan rumah informal. Rumah formal merupakan jenis rumah yang dibangun oleh pelaku pembangunan untuk memenuhi kebutuhan hunian. Penyediaan rumah formal terbagi menjadi dua, yaitu yang  dibangun oleh pengembang dan pemerintah. Penyediaan rumah formal melalui pengembang diperankan oleh REI (Real Estate Indonesia). Pengembang menggunakan konsep pembangunan perumahan yang bersifat gated community dan primary market.

Pembangunan hunian tempat tinggal  oleh pemerintah berupa rumah susun sederhana, rumah dinas, dan lainnya. Sebagai bentuk pemenuhan kebutuhan hunian, pemerintah turut serta dalam memfasilitasi penyediaan rumah terjangkau khususnya Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR) untuk mendapatkan hunian layak dan mengurangi gap antara kebutuhan dan ketersediaan. Setiap kabupaten/kota memiliki rumah susun sederhana dengan jumlah yang berbeda-beda. Total Rumah Susun di Provinsi Jawa Tengah mencapai 173 unit,  dengan jumlah terbanyak berada di Kota Semarang, Kabupaten Magelang, dan Kota Surakarta. Berikut persebaran rumah susun di Provinsi Jawa Tengah, yakni :

Tabel 4. Jumlah Rumah Susun di Provinsi Jawa Tengah Tahun 2018

NoKabupaten/KotaJumlah Rusun Eksisting
1Banjarnegara4
2Banyumas7
3Batang5
4Blora6
5Boyolali3
6Brebes4
7Cilacap5
8Demak4
9Grobogan3
10Jepara6
11Karanganyar0
12Kebumen6
13Kendal5
14Klaten4
15Kudus2
16Magelang12
17Pati7
18Pekalongan6
19Pemalang4
20Purbalingga3
21Purworejo4
22Rembang3
23Semarang5
24Sragen2
25Sukoharjo3
26Tegal0
27Temanggung9
28Wonogiri1
29Wonosobo1
30Kota Magelang3
31Kota Pekalongan2
32Kota Salatiga2
33Kota Semarang21
34Kota Surakarta12
35Kota Tegal9
Jawa Tengah173

Sumber : http://si.disperakim.jatengprov.go.id/perumahan/rusun

Tipologi dan pola permukiman di Provinsi Jawa Tengah juga tidak terlepas dari beberapa masalah seperti permukiman kumuh. Menurut Satuan Kerja Pengembangan Kawasan Permukiman Provinsi Jawa Tengah mencatat, terdapat lima kabupaten/kota di Jawa Tengah yang mempunyai kawasan kumuh terluas. Urutan kelima wilayah tersebut adalah Kabupaten Pemalang ( 974 Ha), Kabupaten Pekalongan (671 Ha), Kabupaten Tegal (487 ha), Kota Semarang (415 ha) dan Kabupaten Demak (368 Ha). Kelima kabupaten/kota tersebut merupakan daaerah dengan tingkat urbanisasi yang tinggi dikarenakan sebagai pustat kota, kawasan industri, dan kawasan strategis provinsi. Sehingga kategori penentuan kumuh pada kabupaten dan kota tersebut cukup berkorelasi dengan kondisi pola permukiman padat, jumlah penduduk, dan ketersediaan PSU di kawasan tersebut. Berikut data permukiman kumuh di Provinsi Jawa Tengah, yakni :

Tabel 4. Luas permukiman kumuh di Provinsi Jawa Tengah tahun 2016

NoKabupaten/KotaLuas Permukiman Kumuh ( Ha)
Target RPJMNSK Bupati/WalikotaRP2KPKP
1Banjarnegara78.93778.93778.94
2Banyumas57.2869.5869.58
3Batang118.447112.664112.66
4Blora66.11466.1566.11
5Boyolali0.35848.6348.62
6Brebes94.74194.74194.74
7Cilacap26.88107.3294.74
8Demak382.184368.01368
9Grobogan107.32236.5107.32
10Jepara49.25949.26849.27
11Karanganyar74.2100.16100.16
12Kebumen195.4725213.622213.622
13Kendal30.391703.9204.5
14Klaten168.93145.405236.5
15Kudus113.7585.09145.4
16Magelang87.07121.1785.09
17Pati178.7148.422146.55
18Pekalongan333.068973.64671.884
19Pemalang132.3332.39973.64
20Purbalingga32.39197.4132.29
21Purworejo197.403114.407197.41
22Rembang114.007477.92114.407
23Semarang477.923.6477.92
24Sragen3.6199.7973.6
25Sukoharjo35.278325199.8
26Tegal29.433240.58487.78
27Temanggung8.64547.98297.81
28Wonogiri47.9870.83447.98
29Wonosobo70.83426.8870.834
30Kota Magelang44.21195.59112.66
31Kota Pekalongan213.1921.84200.11
32Kota Salatiga29.46415.9321.84
33Kota Semarang120.91359.55415.83
34Kota Surakarta116.2191.13359.55
35Kota Tegal104.13191.13191.13
Jawa Tengah3941.017510835.1777098.28

Sumber : http://si.disperakim.jatengprov.go.id/kawasan_permukiman/permukiman

Sumber : http://si.disperakim.jatengprov.go.id/kawasan_permukiman/permukiman

Sumber : http://si.disperakim.jatengprov.go.id/kawasan_permukiman/permukiman

Grafik 2. Grafik luas permukiman kumuh di Provinsi Jawa Tengah tahun 2016

Rumah Tidak layak Huni (RTLH)

Munculnya permukiman kumuh di suatu kawasan juga ditandai dengan adanya Rumah Tidak Layak Huni (RTLH) sebagai kondisi fisik yang mencerminkan dan menggambarkan kumuh di suatu kawasan. Beberapa permukiman kumuh sering ditemukan pada kota-kota besar dengan tingkat urbanisasi yang tinggi serta kondisi ekonomi suatu wilayah.   Tingkat kekumuhan suatu daerah juga mempengaruhi jumlah Rumah Tidak Layak Huni (RTLH). Permukiman kumuh dan Rumah Tidak Layak Huni (RTLH) menjadi isu permasalahan pada sektor perumahan dan permukiman di Provinsi Jawa Tengah. Berikut angka Rumah Tidak layak Huni di Provinsi Jawa Tengah :

Tabel 5. Jumlah RTLH di Jawa Tengah Pada Tahun 2015

NoKabupaten/KotaRTLH (unit)]
1Banjarnegara49531
2Banyumas116977
3Batang36851
4Blora91656
5Boyolali53100
6Brebes63426
7Cilacap95526
8Demak86426
9Grobogan143533
10Jepara46897
11Karanganyar14768
12Kebumen40922
13Kendal8323
14Klaten27668
15Kudus7051
16Magelang64645
17Pati87016
18Pekalongan19765
19Pemalang66746
20Purbalingga63289
21Purworejo29487
22Rembang0
23Semarang29343
24Sragen44588
25Sukoharjo18148
26Tegal0
27Temanggung25235
28Wonogiri0
29Wonosobo54203
30Kota Magelang468
31Kota Pekalongan1911
32Kota Salatiga2028
33Kota Semarang0
34Kota Surakarta6622
35Kota Tegal25410
Jawa Tengah1421559

Sumber : http://si.disperakim.jatengprov.go.id/perumahan/rtlh?th=2015

Sumber : http://si.disperakim.jatengprov.go.id/perumahan/rtlh?th=2015

Sumber : http://si.disperakim.jatengprov.go.id/perumahan/rtlh?th=2015

Grafik 3. Statistik Angka RTLH di Provinsi Jawa Tengah tahun 2015

 

Dari data statistik tersebut menunjukan Kabupaten Grobogan, Kabupaten Banyumas, dan Kabupaten Cilacap sebagai daerah yang memiliki angka RTLH tertinggi. Angka yang cukup tinggi dikarenakan kondisi ekonomi wilayah tersebut. Berdasarkan data jumlah penduduk pra sejahtera di Provinsi Jawa Tengah pada tahun 2014, ketiga daerah tersebut berada di garis kemiskinan tinggi. Adanya RTLH di suatu daerah tidak hanya dipengaruhi arus urbanisasi yang tinggi di kawasan perkotaan. Namun, dipengaruhi juga oleh angka kemiskinan  di suatu daerah. angka kemiskinan membuat daya beli masyarakat menurun sehingga mereka tidak dapat memperbaiki kualitas hidup secara mandiri.

Sumber : https://biroinfrasda.jatengprov.go.id/files/uploads/2018/02/RTLH-PAPARANbiro-isda12-feb-2018KESAMBI-HIJAU-BARU.pdf

Sumber : https://biroinfrasda.jatengprov.go.id/files/uploads/2018/02/RTLH-PAPARANbiro-isda12-feb-2018KESAMBI-HIJAU-BARU.pdf

Gambar 3. Persebaran Kemiskinan di Provinsi Jawa Tengah pada Tahun 2014

Pada tahun 2018, pemerintah Provinsi Jawa Tengah telah melakukan penanganan RTLH di 35 kabupaten/kota di Provinsi Jawa Tengah. Penanganan RTLH dari dana APBN diperuntukan untuk perbaikan RTLH sebanyak 7776 unit yang tersebar di seluruh kabupaten/kota dengan  angggaran sekitar Rp 119.925.000.000. Berikut jumlah penanganan RTLH dari dana APBN pada tahun 2018.

Tabel 5. Jumlah Penanganan RTLH di Provinsi Jawa Tengah Pada Tahun 2018

NoKabupaten/KotaJumlah RTLH (unit)Biaya (APBN)
1Banjarnegara636Rp 9,540,000,000
2Banyumas200Rp 2,625,000,000
3Batang00
4Blora00
5Boyolali00
6Brebes250Rp 3,750,000,000
7Cilacap2006Rp 30,915,000,000
8Demak388Rp 5,820,000,000
9Grobogan352Rp 4,740,000,000
10Jepara00
11Karanganyar00
12Kebumen379Rp 5,685,000,000
13Kendal00
14Klaten00
15Kudus00
16Magelang00
17Pati00
18Pekalongan00
19Pemalang420Rp 8,925,000,000
20Purbalingga00
21Purworejo330Rp 4,950,000,000
22Rembang374Rp 6,060,000,000
23Semarang1009Rp 15,435,000,000
24Sragen290Rp 4,350,000,000
25Sukoharjo00
26Tegal150Rp 2,250,000,000
27Temanggung00
28Wonogiri200Rp 3,000,000,000
29Wonosobo330Rp 4,950,000,000
30Kota Magelang210Rp 3,150,000,000
31Kota Pekalongan252Rp 3,780,000,000
32Kota Salatiga00
33Kota Semarang00
34Kota Surakarta00
35Kota Tegal00
Jawa Tengah7776Rp 119,925,000,000

Sumber : http://si.disperakim.jatengprov.go.id/perumahan/rtlh?th=2018

Statistik Perumahan dan Permukiman di Provinsi Jawa Tengah

Hampir 90% Rumah Tangga telah memiliki rumah sendiri pada tahun 2016. Angka ini termasuk hunian layak huni dan hunian tak layak huni. Jumlah rumah tinggal eksisting terbanyak berada di Kabupaten Cilacap, Kabupaten Brebes, dan Kota Semarang. Kota Semarang sebagai pusat kota dengan kepadatan permukiman yang cukup tinggi membuat angka hunian eksisting yang cukup banyak. Sedangkan Kabupaten Cilacap dan Kabupaten Brebes memiliki luas wilayah yang cukup besar dan hunian tersebar merata di seluruh kawasan sehingga tidak membentuk kesan permukiman kepadatan tinggi. Berikut data kepemilikan rumah di Provinsi Jawa Tengah pada tahun 2016

Tabel 5. Jumlah Kepemilikan Rumah Tinggal di Provinsi Jawa Tengah Tahun 2016

NoKabupaten/ KotaStatus Kepemilikan Tempat TinggalTotal
Milik SendiriKontrak/sewaBebas sewaDinasLainnya
1Cilcap         448,85566932267932740                  481,501
2Banyumas          426,91918216105468670                456,548
3Purbalingga           216,562175876042512169                 228,344
4Banjarnegara          227,654138793970669                  239,107
5Kebumen         304,276240417314292552                 324,838
6Purworejo           185,26547712172601235                  212,997
7Wonosobo         204,465174167071462602                 214,977
8Magelang          318,27047651617935650                 342,779
9Boyolali          270,3911896661000                 278,897
10Klaten           326,01355502025701697                   353,517
11Sukoharjo           212,6621054919762970                243,070
12Wonogiri          263,66989764417610                  271,768
13Karanganyar           215,9533704374924390                 225,845
14Sragen           251,3602891617200                 260,423
15Grobogan           393,126493112493695296                  410,533
16Blora          246,7413087738200                  257,210
17Rembang         168,7001954696300                  177,617
18Pati          346,26213111656800                  364,141
19Kudus           201,761184296790857                   214,139
20Jepara          305,77319811694900                 324,703
21Demak         284,3072092118676580                 298,924
22Semarang           248,11611815124785243119                 276,052
23Temanggung           192,27220287502466487                 202,755
24Kendal          238,9571795185230885                 260,160
25Batang           186,365145357741740                  193,766
26Pekalongan          188,0031731181830605                 208,522
27Pemalang         296,3942233199404790                 319,046
28Tegal         306,7605156611954860                 373,597
29Brebes          415,92433225404901234                474,529
30Kota Megelang            24,00150044034980609                   34,628
31Kota Surakarta             92,55827391240284262467                 146,870
32Kota Salatiga             36,533804741641087212                   50,043
33Kota Semarang          321,680664507301611142924                 465,184
34Kota Pekalongan             58,818210513482332709                   75,446
35Kota Tegal            44,33230922043420990                   69,957
Jawa Tengah846969722160459260222202263289,332,433

Sumber : BPS Susenas 2016

Sumber : BPS Susenas 2016

Sumber : BPS Susenas 

Grafik 4. Persentase Kepemilikan Rumah Tinggal di Provinsi Jawa Tengah tahun 2016


Sumber : BPS Susenas 2016

Sumber : BPS Susenas 2016

Grafik 5. Jumlah Rumah Tinggal Eksisting di Provinsi Jawa Tengah Tahun 2016

Sebagian masyarakat di Provinsi Jawa Tengah masih belum memiliki atau tinggal di rumah layak huni. Kebutuhan rumah tinggal di Jawa Tengah mencapai 2,8 juta unit. Sehingga juga mempengaruhi angka backlog di Jawa Tengah yang mana angka tersebut masih terbilang cukup tinggi. Angka Backlog di Provinsi Jawa Tengah ditinjau dari sisi kepemilikan dan kepenghunian. Pada tahun 2017, angka backlog kepemilikan mencapai 1.126.834 unit dan backlog kepenghunian mencapai 844.197 unit. Berikut angka backlog di Provinsi Jawa Tengah di setiap masing-masing kabupaten/kota :

Tabel 5. Angka Backlog di Provinsi Jawa Tengah Tahun 2017

NoKabupaten/KotaBacklog KepemilikanBacklog penghunian
1Banjarnegara1599813472
2Banyumas3559720585
3Batang1373211734
4Blora1729814118
5Boyolali1844312296
6Brebes7153666400
7Cilacap3356727166
8Demak1583212934
9Grobogan2488519207
10Jepara3195426733
11Karanganyar1529611247
12Kebumen3272728145
13Kendal2745722103
14Klaten4623337381
15Kudus1527111077
16Magelang2632720343
17Pati2324020447
18Pekalongan3278029183
19Pemalang4436735865
20Purbalingga1722212661
21Purworejo4203435907
22Rembang93457824
23Semarang2099210294
24Sragen2489122439
25Sukoharjo4582628524
26Tegal7246970231
27Temanggung115668316
28Wonogiri1359610417
29Wonosobo1737413274
30Kota Magelang127757236
31Kota Pekalongan2199417208
32Kota Salatiga197726732
33Kota Semarang16364394962
34Kota Surakarta6065333446
35Kota Tegal3014224290
Jawa Tengah1126834844197

Sumber : http://si.disperakim.jatengprov.go.id/perumahan/backlog?th=2017

Masalah backlog masih menjadi masalah utama dari penyediaan perumahan di Indonesia terutama di Provinsi Jawa Tengah. Angka backlog dalam beberapa tahun terakhir terus mengalami kenaikan setiap tahunnya. Tingginya angka backlog perumahan terjadi karena beberapa faktor, diantaranya besarnya pertumbuhan jumlah penduduk, ketidakterjangkauan harga perumahan oleh masyarakat, swasta tidak mau berinvestasi untuk penyediaan perumahan MBR karena harga lahan tinggi, dll. Dari tabel di atas angka backlog tertinggi berada di Kota Semarang, Kabupaten Tegal, Kabupaten Brebes, dan Kota Surakarta. Kota Semarang dan Kota Surakarta sebagai kawasan perkotaan, dengan harga lahan yang cukup tinggi sehingga membuat masyarakat sulit menjangkaunya. Jumlah penduduk yang cukup tinggi membuat angka kebutuhan perumahan juga semakin tinggi. Sehingga gap antara kebutuhan dan ketersediaan rumah di kedua kota tersebut membuat angka backlog yang cukup tinggi.

Sedangkan angka backlog yang tinggi di Kabupaten Brebes dan Kabupaten Tegal dipengaruhi oleh belum banyaknya pengembang yang hadir dan menyediakan property di kabupaten tersebut, serta kemampuan beli masyarakat yang masih terbatas dan tidak terlalu tinggi. Meskipun kedua kabupaten tersebut memiliki infrastruktur yang memadai, berada di lokasi strategis, dan harga tanah yang dijual cukup terjangkau. Namun kemampuan daya beli properti masyarakat masih rendah.

Sumber : http://si.disperakim.jatengprov.go.id/perumahan/backlog?th=2017

Sumber : http://si.disperakim.jatengprov.go.id/perumahan/backlog?th=2017

Grafik 5. Data Backlog Kepemilihan dan Penghunian Rumah di Provinsi Jawa Tengah tahun 2017

Pada masa mendatang jumlah backlog (ketiadaan ketersediaan rumah atas jumlah kebutuhan rumah) di Provinsi Jawa Tengah ini akan semakin tinggi seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk dan KK akibat terbentuknya keluarga-keluarga baru. Oleh karena itu, perlu kebijakan holistik dan komprehensif untuk mengurangi ketiadaan ketersediaan rumah atas jumlah kebutuhan rumah di Provinsi Jawa Tengah yang cenderung semakin tinggi. Hal ini terutama pemenuhan hunian bagi masyarakat berpenghasilan rendah.

Kemiskinan

Dalam konteks perumahan dan kawasan permukiman, kemiskinan menjadi salah satu tolak ukur dalam penyediaan perumahan dan menjadi salah satu indikator dalam penilaian lingkungan kawasan permukiman. Jumlah penduduk miskin di Provinsi Jawa Tengah pada tahun 2018 mencapai 0,48 %. Terjadi penurunan jumlah penduduk miskin sebesar 0,06% dibandingkan pada tahun 2017. Dilihat dari data enam tahun terakhir, jumlah penduduk miskin di Provinsi Jawa Tengah mengalami penurunan tiap tahun. Berikut merupakan data presentase penduduk miskin Provinsi Jawa Tengah:

Tabel 3. Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin Menurut Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Tengah, Tahun 2013-2018

NoWilayah JatengPresentase Penduduk Miskin (%)
201320142015201620172018
Kabupaten/Regency      
1.Cilacap0,640,600,610,590,610,48
2.Banyumas0,780,740,740,720,710,58
3.Purbalingga0,870,840,840,820,810,67
4.Banjarnegara0,800,760,780,740,720,66
5.Kebumen0,900,870,860,850,830,74
6.Purworejo0,660,610,600,600,600,50
7.Wonosobo0,920,900,910,870,860,75
8.Magelang0,610,570,550,550,530,47
9.Boyolali0,560,530,530,510,530,42
10.Klaten0,670,620,650,620,590,57
11.Sukoharjo0,440,390,390,380,390,32
12.Wonogiri0,580,550,570,550,560,47
13.Karanganyar0,580,540,530,530,520,42
14.Sragen0,690,640,640,610,580,55
15.Grobogan0,640,600,590,580,560,52
16.Blora0,630,590,580,560,540,52
17.Rembang0,900,830,810,790,770,65
18.Pati0,570,500,520,500,480,44
19.Kudus0,380,360,340,340,330,32
20.Jepara0,390,370,370,360,347,00
21.Demak0,680,630,610,590,570,54
22.Semarang0,370,340,340,360,350,31
23.Temanggung0,530,500,510,500,490,44
24.Kendal0,550,510,500,480,470,43
25.Batang0,530,470,480,460,470,38
26.Pekalongan0,580,540,560,560,540,42
27.Pemalang0,810,780,770,750,730,67
28.Tegal0,460,440,420,420,440,36
29.Brebes0,8920,000,850,820,800,72
Kota/Municipality
1.Magelang0,430,380,380,390,390,35
2.Surakarta0,510,480,480,480,460,38
3.Salatiga0,280,270,260,230,210,23
4.Semarang0,230,210,230,230,210,18
5.Pekalongan0,350,330,340,360,320,30
6.Tegal0,390,370,350,350,340,35
Jawa Tengah0,610,580,580,560,540,48

Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah, 2019

2.Ilmu geografi mempunyai unsur-unsur dasar, antara lain membahas tentang unsur letak, luas, bentuk, batas dan persebaran. Penekanan kajian geografi adalah didasarkan pada pendekatan keruangan yang mempunyai kaitan erat dengan persebaran dari suatu obyek. Dalam mempelajari geografi pariwisata tidak dapat lepas dari faktor geografi yang meliputi faktor fisik dan non fisik. Faktor fisik meliputi unsur iklim, tanah, geologi, hidrologi, vegetasi, topografi. Adapun faktor non fisik meliputi unsur sosial, ekonomi dan budaya (Sujali, 1989).

Dalam rangka pengembangan tujuan pariwisata, maka pembangunan pariwisata harus diarahkan pada pemanfaatan sumber daya alam, makin besar sumber daya alam yang dimiliki suatu Negara, maka semakin besar pula harapan untuk tujuan pembangunan dan pengembagan pariwisata.Tujuan pengembangan pariwisata akan berhasil dengan optimal apabila ditunjang oleh potensi daerah yang berupa obyek wisata, baik wisata alam maupun wisata buatan manusia. Yoeti (1985), mengatakan bahwa pembangunan dan pengembangan daerah menjadi daerah tujuan daerah wisata tergantung dari daya tarik itu sendiri yang dapat berupa keindahan alam, tempat bersejarah, tata cara hidup bermasyarakat, maupun upacara keagamaan. Sektor kepariwisataan perlu mendapat penaganan yang serius karena kepariwisataan adalah merupakan kegiatan lintas sektoral dan lintas wilayah yang saling terkait, di antaranya dengan sektor industri, perdagangan, pertanian, perhubungan, kebudayaan, sosial, ekonomi, politik, keamanan serta lingkungan.

Obyek wisata Tawangmangu merupakan salah satu dari beberapa obyek wisata yang selalu diminati oleh para wisatawan. Obyek wisata itu antara lain obyek wisata alam Grojogansewu, Balekambang, Skipan yang berada  di Kecamatan Tawangmangu. Terjadi kesenjangan yang signifikan, dimana potensi Grojogansewu telah di optimalkan dengan  berbagai atraksi antara lain air terjun sebagai obyek utama juga terdapat kolam renang dan areal bermain untuk anakanak. Sedangkan obyek wisata disekitar grojogan sewu belum mendapat perhatian pemerintah untuk dikembangkan seperti penambahan atraksi pada obyek wisata.

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dikemukakan di atas, maka penelitian ini bertujuan untuk: (1) mengetahui klasifikasi potensi obyek wisata di Kecamatan Tawangmangu, (2) mengetahui pengaruh obyek wisata Grojogansewu terhadap obyek kecil di sekitar obyek wisata alam di Kecamatan Tawangmangu; dan, (3) mengetahui prioritas pengembangan obyek wisata di Kecamatan Tawangmangu.

METODE PENELITIAN

 

Penelitian ini menggunakan metode analisis data sekunder yang dilengkapi dengan survei lapangan. Pengolahan data menggunakan teknik skoring yang menggunakan 3 variabel yaitu variabel potensi internal, potensi eksternal, dan potensi fisik pendukung obyek wisata serta analisis SWOT untuk menentukan arah perkembangan obyek wisata, dengan rincian seperti Tabel 1. Berikut.

 

 

Tabel 1. Variabel Penelitian dan Skoring Obyek Wisata

POTENSI INTERNAL

 

VARIABEL

KRITERIA

SKOR

 

 

 

 

1. Kualitas obyek wisata

 

a.

Daya tarik utama obyek wisata

Obyek sebagai penangkap wisatawan

Obyek sebagai  penahan wisatawan

1

2

 

b.

Kekuatan interaksi komponen obyek

wisata

Kombinasi alami/buatan yang mampu mempertinggi kulitas obyek

Kombinasi alami/buatan yang tidak mampu mempertinggi kulitas obyek

1

 

2

c.

 

Kegiatan wisata di lokasi wisata

Hanya kegiatan pasif (menikmati yang sudah

ada)

Kegiatan aktif (berinteraksi dengan obyek)

1

2

 

 

2. Kondisi obyek wisata

 

a.

Kondisi obyek wisata

secara langsung

 

 

 

Obyek mengalami kerusakan

Obyek sedikt mengalami kerusakan

Obyek belum mengalami kerusakan

1

2

3

 

b.

Kebersihan obyek wisata

Kurang bersih dan tidak terawat

Bersih dan terawat

1

2

POTENSI EKSTERNAL

 

VARIABEL

KRITERIA

SKOR

 

 

 

 

1. Aksesibilitas 

a.

 

Waktu tempuh

> 60 menit

30-60 menit

< 30 menit

1

2

3

b.

 

 

Ketersediaan angkutan umum menuju lokasi

Belum ada

Tersedia namun tidak regeler

Tersedia dan leguler

1

2

3

c.

 

Prasarana jalan menuju lokasi obyek wissata

Belum tersedia prasana jalan

Tersedia namun kondisi kurang baik

Tersedia dan kondisi baik

1

2

3

 

 

 

 

2. Fasilitas penunjang obyek

a.

Ketersediaan fasilitas pemenuhan kebutuhan fisik wisatawan :

Makan dan minum

Penginapan

Bangunan untuk menikmati pemandangan

Belum tersedia

 

Tersedia 1-2 jenis fasilitas

 

Tersedia lebih dari 2 fasilitas

1

2

 

3

b.

Ketersediaan fasilitas pemenuhan kebutuhan sosial wisatawan

Sarana ibadah

Taman terbuka

Belum tersedia

Tersedia 1-2 jenis fasilitas

Tersedia lebih dari 2 jenis fasilitas

1

2

3

 

 

3. Fasilitas pelengkap

Fasilitas terdiri dari :

         Tempat parkir          Toilet/WC

Belum tersedia

Tersedia 1-2 jenis fasilitas

Tersedia lebih dari 2

1

2

3

 

 

fasilitas

 

 

 

 

 

4. Dukungan pengembang obyek

a.

 

Keterkaitan antar obyek

Obyek berdiri sendiri

Obyek mendapat dukungan obyek lain

1

2

b.

 

 

Ketersediaan lahan 

Luas lahan untuk pengembangan terbatas

Luas lahan untuk pengembangan cukup

1

2

 

c.

Dukungan paket wisata

Obyek wisata tidak termasuk dalam agenda paket wisata

Obyek wisata termasuk dalam agenda paket wisata

1

2

 

d.

Promosi obyek wisata

Belum di promosikan

 

Sudah di promosikan

1

2

POTENSI FISIK

PENDUKUNG OBYEK WISATA

 

 

VARIABEL

 

KRITERIA

 

SKOR

 

 

 

 

 

 

 

1. Kemampuan fisik wilayah sekitasr obyek wisata

a.

 

Topografi 

Topografi terjal (>30%)

Topografi datar (<30 %)

1

2

 

b.

Iklim 

Iklim terlalu dinginatau terlalu panas (<20˚C atau >32˚C)

Iklim sedang (20˚C -

32˚C)

1

 

2

 

c.

Hidrologi 

Tidak ada tubuh air di permukaan tanah

(sedang, sungai, air

terjun, dll) sekitar obyek wisata

Ada tubuh air dipermukaan tanah (sedang, sungai, air

terjun, dll) sekitar obyek wisata

 

1

 

2

 

 

d. Biosfer 

Tidak ada tumbuhan atau hewan khas di sekitar obyek wisata

Ada tumbuhan atau hewan khas disekitar obyek wisata

1

2

                  Sumber : Susanto, 2003 

HASIL DAN PEMBAHASAN

 

Berdasarkan           hasil     penelitian         obyek   wisata di         Kecamatan Tawangmangu yang didasarkan pada penilaian metode teknik skoring terhadap potensi internal, potensi eksternal dan potensi fisik pendukung obyek yang kemudian di buat potensi gabungan dan kemudian menjadi satu dimana dapat dirinci sebagai berikut.

1. Teknik Skoring

Teknik Skoring adalah memberikan nilai skor relatif 1 sampai 3 untuk beberapa variabel penelitian.

a. Klasifikasi Potensi Internal Obyek wisata di Kecamatan Tawangmangu

 Tabel 2. Penilaian Potensi Internal Obyek Wisata

Kawasan Tawangmangu Kabupaten Karanganyar

 

 

Obyek wisata

 

Potensi Inter

nal

Total Skor

Tingkat Klasifikasi

 

Kualitas obyek

Kondisi obyek

A

B

C

D

E

Grojogansewu

2

2

2

3

2

11

Tinggi

Taman Ria Balekambang

1

2

1

3

2

9

Sedang

Sekipan

1

1

1

2

1

6

Rendah

Sumber : Data primer hasil pengamatan 2012

1. Kelas potensi tinggi bila nilai total skor obyek wisata > 9

2. Kelas potensi sedang bila nilai total skor obyek wisata 7 - 9

3. Kelas potensi rendah bila nilai total skor obyek wisata < 7 Keterangan :

A  : Daya tarik utama obyek

B   : Kekuatan interaksi komponen obyek wisata

C   : Kegiatan Wisatawan di lokasi wisata D : Kondisi obyek wisata secara langsung

E : Kebersihan Lingkungan Obyek wisata.

Berdasarkan data diatas menunjukkan bahwa di Kawasan wisata Kecamatan Tawangmangu terdapat 3 (tiga) obyek wisata, dengan kondisi klasifikasi rendah, yaitu obyek wisata Sekipan, klasifikasi sedang adalah Taman Ria Balekambang dan klasifikasi tinggi adalah Grojogansewu. Tingkat klasifikasi rendah adalah obyek wisata Sekipan disebabkan karena  potensi internal mempunyai skor 6, pada setiap variabel. Daya tarik utama pada obyek wisata ini tidak mampu mempertinggi obyek namun pada variabel kondisi obyek wisata keadaan obyek wisata mengalami kerusakan. Tingkat klasifikasi sedang adalah Taman Ria Balekambang, skor maksimal terdapat pada variabel kekuatan interaksi karena sebagai alternatif selain mengunjungi obyek wisata Grojogansewu dan keadaan obyek belum mengalami kerusakan. Klasifikasi tinggi terdapat pada obyek wisata Grojogansewu. Tingginya nilai klasifikasi ini sebagian besar variabel memiliki nilai maksimal antara lain kondisi obyek dan kualitas obyek, karena keadaan obyek masih belum mengalami kerusakan walaupun terdapat coret-coretan yang tidak berarti terhadap wisatawan. Air terjun grojogansewu mempunyai nilai maksimal karena pada obyek wisata masih terdapat bagian yang mampu mempertinggi nilai obyek itu sendiri seperti, di obyek wisata ini masih alami, pohon-pohon yang ada manambah keindahandan kesejukan khas suasana pegunungan.Pada kegiatan wisata juga mempunyai nilai tinggi karena pada musim libur obyek ini menjadi tujuan utama wisatawan.

 

 

 

 

 

 

b.     Klasifikasi Potensi Eksternal Obyek wisata di Kecamatan Tawangmangu

Tabel 3. Penilaian Potensi Eksternal Obyek Wisata

Kawasan Wisata Tawangmangu Kabupaten Karanganyar

 

 

 

Obyek wisata

 

Potensi eksternal

 

 

 

Skor

 

 

klasifikasi

Aksesibilitas

Fasilitas penunjang

Fasilitas pelengkap

D.Pengembangan obyek

A

B

C

D

E

G

H

I

J

Grojogansewu

3

3

3

3

3

2

2

2

2

2

25

Tinggi

Taman Ria Balekambang

3

3

3

2

2

2

2

1

2

2

22

Sedang

Sekipan

2

2

2

1

2

3

2

1

2

2

19

Sedang

Sumber : Data Primer hasil pengamatan, 2012

 

1.          Kelas potensi tinggi bila nilai total skor obyek wisata > 21

2.          Kelas potensi sedang bila nilai total skor obyek wisata 16 - 21

3.          Kelas potensi rendah bila nilai total skor obyek wisata <16 Keterangan :

A  : Waktu tempuh obyek secara langsung

B   : Ketersediaan angkutan umum menuju lokasi obyek

C   : Prasarana jalan menuju lokasi

D  : Fasilitas fisik

E   : Fasilitas sosial 

F   : Fasilitas pelengkap G : Keterkaitan antar obyek c. H : Ketersediaan lahan I : Dukungan paket wisata

J : Promosi obyek wisata

 

Berdasarkan penilaian potensi eksternal terdapat dua (2)

klasifikasi sedang dan satu (1) obyek wisata dengan klasifikasi tinggi. Obyek wisata dengan potensi tinggi adalah Grojogansewu sedangkan obyek wisata dengan klasifikasi sedang adalah Taman ria balekambang dan Sekipan. Hal ini disebabkan karena sebagian sudah dikembangkan dan kurang begitu dikembangkan akibat kurangnya lahan untuk areal pengembangan kurang.Sedangnya tingkat klasifikasi di dua obyek wisata ini, yaitu bahwa adanya skor sedang di dalam variabel aksesibilitas, yaitu kurangnya angkutan umum yang belum memadai dan pada variabel fasilitas penunjang obyek yaitu pada kriteria fasilitas pemenuhan kebutuhan fisik, fasilitas pelengkap dan ketersediaan lahan.Sedangkan pada obyek wisata dengan klasifikasi tinggi adalah Grojogansewu, semua mendapat skor maksimal pada setiap variabelnya. Pada variabel fasilitas pelengkap mendapat skor 2 karena tidak ada lahan untuk parkir dan tempat beribadah (masjid)  di lokasi obyek wisata  ini. Variabel dukungan pengembangan obyek memenuhi syarat, yaitu sudah mendapat dukungan paket wisata.

 

 

 

c.      Klasifikasi             Potensi             Fisik    Pendukung       Obyek Wisata di         Kecamatan Tawangmangu.

 

Tabel 4. Penilaian Potensi Fisik Pendukung Obyek

Kawasan Wisata Tawangmangu Karanganyar

 

Obyek Wisata

Potensi Fisik Pendukung Obyek

Total Skor

Klasifikasi

Topografi

Iklim

Hidrologi

Biosfer

Grojogansewu

2

2

2

2

8

Tinggi 

TR.Balekambang

2

2

2

1

7

Sedang

Sekipan

2

2

1

2

7

Sedang 

Sumber : data Primer Hasil Pengamatan, 2012

1.      Kelas potensi tinggi bila nilai total skor obyek wisata >7

2.      Kelas potensi sedang bila nilai total skor obyek wisata 5 - 7

3.      Kelas potensi rendah bila nilai total skor obyek wisata <5

Data diatas menunjukan bahwa  tiga obyek, dengan satu obyek dengan nilai klasifikasi tinggi dan dua dengan nilai klasifikasi sedang. Klasifikasi tinggi terdapat pada obyek wisata Grojogansewu dan klasifikasi sedang terdapat pada obyek wisata Taman Ria Balekambang dan Sekipan. Hal ini di tunjukan dengan variabel kemampuan fisik wilayah sekitar obyek memiliki kriteria topografi, iklim, hidrologi dan biosfer yang memiliki nilai maksimal antara 5 – 7 dan > 7. 

d.     Klasifikasi Potensi Gabungan

Tabel 5. Klasifikasi Potensi Gabungan Obyek Wisata

Kawasan Tawangmangu Kabupaten Karanganyar

 

 

 

Obyek wisata

Jenis Klasifikasi Potensi

Potensi gabungan

Internal

Eksternal

Fisik

Total skor

Kelas

Skor

Kelas

Skor

Kelas

Skor

Kelas

Grojogansewu

11

Tinggi 

25

Tinggi

8

Tinggi 

44

Tinggi

TR.Balekambang

9

Sedang

22

Sedang

7

Sedang

 38

Sedang

Sekipan

6

Rendah

19

Sedang

7

Sedang

 32

Sedang

Sumber : Data Primer (Gabungan Hasil Pengamatan), 2012

 

1.     Kelas potensi tinggi bila nilai total skor obyek wisata >37

2.     Kelas potensi sedang bila nilai total skor obyek wisata 28 - 36

3.     Kelas potensi rendah bila nilai total skor obyek wisata <27

 

diatas menunjukan bahwa terdapat dua obyek wisata kawasan Tawangmangu yang mempunyai nilai klasifikasi sedang dan satu obyek wisata yang mempunyai nilai klasifikasi tinggi, klasifikasi sedang berada pada obyek wisata Taman Ria Balekambang dan Sekipan, sedangkan untuk nilai klasifikasi tinggi berada pada obyek wisata Grojogansewu.


2. Konsep Leading Industry  dan Spread effects

 

Tabel 9. Kreteria Leading Industry dan Spread effects

Kreteria

Obyek Wisata

Grojogansewu

Taman Ria Balekambang

Sekipan

Karakteristik

Air tejun, Hutan wisata, kolam

renang,areal

outbond, Taman bermain dan satwa liar monyet ekor panjang.

Kolam renang kedalaman 11,5 m , hutan wisata taman bermain.

Areal untuk aktifitas perkemahan 

Kondisi Jalan

Baik 

Baik 

Kurang Baik 

Cara Pencapaian

Angkutan umum dan Kendaraan

Pribadi

Angkutan        umum         dan

Kendaraan Pribadi

Kendaraan Pribadi

Kedekatan

Obyek dari

Obyek Pusat

Obyek Pusat

300m

1,5 km

    Sumber : Hasil Observasi dan Dinas Pekerjaan Umum Kab. Karanganyar, 2012.

Dari Tabel 9. diatas dapat disimpulkan bahwa obyek wisata di Kecamatan Tawangmangu memenuhi kterteria untuk pembuatan paket pengembangan kawasan wisata dengan Grojogansewu sebagai titik pusat dan Taman Ria Balekambang,Sekipan sebagai jeruji pengembangan. Di bawah ini adalah peta arah pengembangan obyek wisata umbul di Kecamatan Tawangmangu.

Untuk penilaian Leading industry dan Spread effects menunjukan bahwa obyek wisata Grojogansewu adalah obyek wisata unggulan yaitu menggunakan metode fakta, dapat dilihat bahwa dari data jumlah pengunjung dari tahun 2008-2011 pengunjung yang terbanyak adalah obyek wisata Grojogansewu. Untuk mendukung fakta tersebut maka dilakukan observasi dan wawancara pada obyek kunci “Dinas Pariwisata dan pihak Biro Perjalanan”. Wawancara dilakukan untuk mengetahui Spread effects obyek wisata Grojogansewu terhadap obyek kecil disekitarnya. Dari hasil quisioner yang disebar kepada obyek kunci, dari 15 kantor biro perjalanan/travel dan Dinas Pariwisata Kabupaten Karanganyar disebutkan bahwa obyek wisata Grojogansewu menjadi tujuan utama pengunjung kemudian diikuti oleh obyek wisata Taman Ria Balekambang dan Sekipan.

 

Gambar 2 Peta Prioritas Arah Pengembangan Obyek wisata di Kecamatan Tawangmangu, 2012.

 

        1. Prioritas      dan     Arah     Pengembagan     Wisata     di     Kecamatan Tawangmangu

 

Berdasarkan hasil skoring, analisis SWOT dan konsep Leading Industry di atas, dapat dirumuskan urutan prioritas pengembangan obyek wisata.

Prioritas pengembangan utama adalah Obyek wisata Grojogansewu, karena potensi internal, eksternal dan gabungannya masuk dalam klasifikasi potensi tinggi, total skor 44, Meskipun obyek ini telah dikembangkan menjadi obyek wisata unggulan di Kabupaten Karanganyar, namun obyek ini masih menyimpan cukup potensi seperti potensi lahan luas yang dapat dikembangkan sebagai  area wisata kuliner, pemaksimalan fasilitas pendukung, gencar melakukan promosi obyek di berbagai media seperti leaflet, brosur, internet dan lain-lain, menjalin kerjasama dengan berbagai pihak baik bersifat lokal, regional maupun nasional seperti Java Promo. Prioritas pengembangan kedua adalah obyek wisata Taman Ria Balekambang, ketiga adalah obyek wisata Sekipan karena keduan Obyek wisata tersebut mempunyai potensi internal, eksternal dan gabungan yang masuk dalam klasifikasi sedang dengan total skor 38  dan 32. Sedanagkan urutan yang ke tiga adalah Sekipan yang mempunyai potensi paling rendah dengan total skor hanya 32, untuk menggembangkan obyek tersebut akan membutuhkan lebih banyak biaya, waktu dan tenaga. Sekipan mempunyai ciri khas obyek wisata yaitu sebagai areal perkemahan dan heaking, namun disisi lain obek ini tidak mempunyai cukup lahan untuk pengembangan karena disekitar obyek telah digunakan untuk kawasan hutan, sehingga satu-satunya potensi yang dapat dikembangkan adalah penambahan wahana atraksi seperti dibangun taman bermain dan outbond.


KESIMPULAN DAN SARAN

1. Kesimpulan 

 

a.   Obyek wisata Grojogansewu merupakan obyek wisata dengan klasifikasi potensi gabungan tinggi karena potensi internal, potensi eksternal dan potensi fisik obyek mempunyai potensi tinggi dengan total skor 44. Dan obyek wisata yang mempunyai potensi gabungan sedang adalah obyek wisata Taman Ria Balekambang yaitu dengan total skor 38 dan Sekipan dengan total skor 32.

b.   Berdasarkan kesamaan jenis dan karakter obyek, kesamaan arah dan pencapaian, serta kedekatan obyek merupakan kriteria pengembangan dan konsep Leading industridan di dukung menegemen organisasi yang baik dalam hal pengelolaan dan, promosi di segala media dan kerja sama antar obyek wisata di kawasan Tawangmangu maka obyek wisata Grojogansewu sebagai obyek wisata unggulan dan titik pusat pengembangan akan mampu memacu perkembangan obyek wisata di sekitarnya (Taman Ria Balekambang dan Sekipan) sebagai obyek wisata pendukung, dengan cara pembuatan paket wisata yang meliputi semua obyek wisata yang ada di Kecamatan Tawangmangu.

c.   Obyek wisata yang mendapat prioritas utama adalah obyek wisata Grojogansewu walaupun secara keseluruhan obyek ini berpotensi tinggi, namun obyek wisata ini masih dapat dikembangkan lagi seperti potensi lahan yang cukup luas untuk dilakukan pemangunan guna meningkatkan dan menambah wahana atraksi yang ada. Obyek wisata yang mendapat urutan pengembangan kedua dan ketiga adalah obyek wisata Taman Ria Balekambang dan ketiga adalah obyek wisata Sekipan karena potensi internal, potensi eksternanya dan potensi fisik pendukung obyek masuk dalam klasifikasi sedang. Untuk obyek wisata Sekipan dengan manajemen dan penataan ruang yang teratur namun karena keseluruhan potensi bernilai rendah, maka untuk mengembangkan obyek wisata ini akan diperlukan banyak waktu dan tenaga.

 

2. Saran 

 

1. Grojogansewu

a.   Pemaksimalan potensi lahan yang dapat di kembangkan sebagai areal outbond dan wisata kuliner.

b.   Gencar melakukan promosi obyek diberbagai media massa seperti leaflet, brosur, internet majalah dan lain lain.

c.   Menjalin kerjasama dengan pihak lokal, regional maupun nasional untuk menggalang dan dan meningkatkan kerjasama dengan masyarakat untuk ikut serta melengkapi sarana prasarana wisata.

d.   Pembuatan paket promo seperti paket liburan keluarga.

e.   Menjadi pusat dalam paket pengembangan Kawasan Grojogansewu yang dapat memberi dampak positif terhadap perkembangna obyek wisata disekitar obyek wisata disekitarnya.

2. Taman Ria Balekambang

a.     Gencar mempromosikan obyek di berbagai media seperti internet, brosur, koran, radio, leaflet, papan penanda obyek dan lain-lain.

b.     Pengadaan dan perbaikan fasilitas umum seperti kamar mandi, tempat sampah, tempat parkir.

c.     Ikut serta dalam paket pengembangan kawasan wisata di Kecamatan Tawangmangu.

3. Sekipan

a.   Gencar mempromosikan obyek di berbagai media seperti internet, brosur, koran, radio, leaflet, papan penanda obyek dan lain-lain.

b.   Kerjasama dengan investor dan pemerintah untuk pendanaan dan pengembangan obyek dan kerjasam dengan masyarakat untuk pengadaan jasa-jasa seperti warung makan

c.   Pengadaan organisasi pengelola obyek.

d.   Ikut serta dalam paket pengembangan kawasan wisata di Kecamatan Tawangmangu.

 


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

TERAPAN BRAND “JOGJA ISTIMEWA” TERHADAP PENGEMBANGAN PARIWISATA BERBASIS COMMUNITY BASED TOURISM (CBT) DI YOGYAKARTA

ABSTRACT The brand of “Jogja Istimewa” (Jogja is Special) is one of boosters of tourism development in Yogyakarta which increases each yea...