Senin, 24 Juni 2024

TERAPAN BRAND “JOGJA ISTIMEWA” TERHADAP PENGEMBANGAN PARIWISATA BERBASIS COMMUNITY BASED TOURISM (CBT) DI YOGYAKARTA

ABSTRACT The brand of “Jogja Istimewa” (Jogja is Special) is one of boosters of tourism development in Yogyakarta which increases each year. However, the role of this special status is not optimum yet when the society presenting Yogyakarta‟s local wisdom is not playing the roles. Realization of this special status is expected not only showing the image or marketing logo, but also it is required to form action from the society as the host. The implementation of local wisdom will bring positive impact for tourists. Keywords : Community Based Tourism, Tourism Marketing I. PENDAHULUAN I.I. Latar Belakang Masalah Yogyakarta adalah suatu kota yang memiliki keistimewaan yang beraneka warna, sehingga pemerintah pusat memberikan perundangan keistimewaan kota ini. Keistimewaan kota Yogyakarta bias dikaji dari beberapa aspek yaitu Penetapan Pimpinan Daerah (Gubernur dan wakilnya), Kelembagaan Pemerintah Daerah, Kebudayaan, Pertanahan dan Tata Ruang. Sebagai kota yang memiliki “status istimewa” kota Yogyakarta membutuhkan strategi yang berbeda dalam pengembangan kepariwisataannya yang dirancang sesuai potensi dan kekhasan kota itu sendiri. Konsep kreatif ini selayaknya dikembangkan dengan tetap mengacu kepada paradigma baru pembangunan kepariwisataan. Konsep strategi pengembangan pariwisata daerah Yogyakarta ini dimulai dengan keterlibatan masyarakat serta pemerintah. Permasalahan yang muncul salah satunya bersumber dari surat kabar suara karya pada bulan mei tahun 2015 yang menyatakan bahwa : YOGYAKARTA (SK) – Pemangku kepentingan pariwisata Yogyakarta perlu merancang konsep yang kreatif dan khas untuk mengeksplor pariwisata Yogyakarta. Kekhasan potensial mendorong pertumbuhan pariwisata Yogyakarta melalui keistimewaan daerah. “Citra keistimewaan Yogyakarta semakin dipertegas,” ujar peneliti dari Pusat Studi Pariwisata Universitas Gadjah Mada, Djanianton Damanik dalam rilis yang diterima Suarakarya.id di Jakarta, Minggu (3/5). Selama ini, dia melihat ciri khas dari „status istimewa‟ belum terlalu ditonjolkan . Wisatawan belum merasakan langsung penyajian pariwisata yang istimewa itu. Padahal, keistimewaan dalam konteks pariwisata belum banyak ditemukan dalam pelayanan terhadap wisatawan di seluruh daerah Indonesia. Dia mencontohkan keistimewaan konsep wisata menonjolkan keramahan terhadap setiap wisatawan. Wisatawan mancanegara, nusantara, maupun penyandang disabilitas wajib diperlakukan ramah tanpa pembedaan. Penyandang disabilitas bisa dilayani dengan cara memberikan tombol sinyal penyeberangan bagi tunanetra di lokasi-lokasi lampu pengatur lalu-lintas. Selain itu, nilai keistimewaan yang dimiliki Yogyakarta juga dapat dimunculkan, misalnya dengan menyajikan pelayanan atau panduan wisata dengan menggunakan bahasa yang disisipi idiom atau artikulasi bahasa yang khas Yogyakarta. “Karena setiap wisatawan yang datang memang betul-betul ingin merasakan suasana asli Yogyakarta, bukan suasana lainnya,” tandas Damanik. Dari artikel diatas dapat dilihat bahwa Pemerintah Kota Yogyakarta belum secara optimal mengimplementasikan “ status istimewanya “ dalam bentuk peningkatkan kapasitas masyarakat sebagai tuan rumah (host) bagi tamu atau wisatawan yang berkunjung ke daerahnya. I.2. Pencitraan dalam Pariwisata Pencitraan adalah sebuah cara dengan memberi penguatan pada symbol atau penanda tertentu. Demikian juga simbol atau penanda yang digunakan oleh pemerintah di daerah-daerah dalam mengembangkan pariwisata yang berbasis budaya dan kearifan lokal. Pemerintah Kota Yogyakarta misalnya, menggunakan branding “Jogja Istimewa ” yang dijadikan sebagai “pusaka” peradaban hari ini yang akan menjadi pedoman arah pembangunan Yogyakarta. Citra kekayaan budaya dan kawasan bangunan cagar budaya beserta kehidupan masyarakatnya yang dimiliki kota Yogyakarta menjadi daya tarik wisata utama yang ditawarkan kepada wisatawan. Simbol (sign) inilah yang menjadikan Yogya istimewa. MASALAH PENELITIAN II.1. Identifikasi Masalah 1. Berdasarkan pada latar belakang diatas, terdapat beberapa identifikasi permasalahan yaitu : Belum optimalnya kapasitas masyarakat sebagai tuan rumah (host) bagi tamu atau wisatawan yang berkunjung sebagai perwujudan dari sadar wisata. 2. Belum optimalnya pengembangkan pariwisata yang berbasis masyarakat (CBT) di Yogyakarta 3. Kurangnya pemahaman masyarakat akan pentingnya nilai sadar wisata dalam pengembangan destinasi pariwisata. II.2. Perumusan Masalah Dari latar belakang yang telah dipaparkan diatas, maka rumusan permasalahannya adalah: 1. Bagaimanakah implementasi pengembangan pariwisata berbasis masyarakat (CBT) di Yogyakarta ? 2. Bagaimanakah bentuk aksi penerapan sadar wisata dimasyarakat ? Bagaimanakah bentuk konsep pemasaran yang kreatif dan khas sebagai wujud keistimewaan Yogyakarta ? TINJUAN PUSTAKA Pariwisata Berbasis Masyarakat ( Community based Tourism) Pariwisata berbasis masyarakat (community based tourism) dikembangkan berdasarkan prinsip keseimbangan dan keselarasan antara kepentingan berbagai steakholders pembangunan pariwisata termasuk pemerintah, swasta dan masyarakat. Secara ideal priinsip pembangunan pariwisata “ dari masyarakat, oleh masyarakat dan untuk masyarakat “. Dalam setiap tahapan pembangunan, yang dimulai dari perencanaan, pembangunan, pengelolaan dan pengembangan sampai dengan pemantauan ( monitoring) dan evaluasi, masyarakat setempat harus dilibatkan secara aktif dan diberi kesempatan untuk berpartisipasi karena tujuan akhir adalah untuk meningkatkan kesejahteraan dan kualitas hidup masyarakat. Masyarakat sebagai pelaku utama dalam pengembangan pariwisata berbasis masyarakat berperan di semua lini pembangunan baik sebagai perencana, investor, pelaksana , pengelola, pemantau maupun elevator. Namun demikian meskipun pembangunan pariwisata berbasis masyarakat menekankan pada factor masyarakat sebagai komponen utama, keterlibatan lainnya seperti pemerintah dan swasta sangat diperlukan. Masyarakat setempat atau mereka yang tinggal di destinasi sangat mempunyai peranan dalam menjunjung keberhasilan pembangunan pariwisata daerahnya. Peran masyarakat di dalam memelihara sumber daya alam dan budaya yang berpotensi untuk menjadi daya tarik wisata tidak dapat diabaikan. Dalam konteks ini hal yang terpenting adalah upaya memberdayakan masyarakat setempat dengan mengikut sertakan mereka dalam berbagai kegiatan pembangunan pariwisata. Untuk itu pemerintah sebagai fasilitator dan stakeholder lainnya harus dapat menghimbau dan memberikan motivasi kepada masyarakat agar bersedia berpartisipasi aktif di dalam pembangunan pariwisata. Walaupun tidak berarti bahwa masyarakat setempat memiliki hak mutlak, pembangunan pariwisata berbasis masyarakat tidak akan terwujud apabila penduduk setempat merasa diabaikan, atau hanya dimanfaatkan, serta merasa terancam oleh kegiatan pariwisata di daerah mereka. Pengembangan pariwisata berbasis masyarakat menuntut koordinasi dan kerja sama serta peran yang berimbang antara berbagai unsur stakeholder termasuk pemerintah, swasta dan masyarakat. Oleh karena itu salah satu pendekatan yang dapat digunakan untuk mengembangkan pariwisata berbasis masyarakat adalah pendekatan partisipatif. Pendekatan ini digunakan untuk mendorong terbentuknya kemitraan diantara pihak stakeholder terkait tersebut. Disamping itu, pengembangan pariwisata berbasis masyarakat diarahkan untuk mengurangi tekanan terhadap obyek dan daya tarik wisata sehingga pembangunan pariwisata dapat dilaksanakan sesuai dengan prinsipprinsip pembangunan berkelanjutan. Dalam hal ini masyarakat setempat harus disadarkan atas potensi yang dimiliki sehinggga mereka mempunyai rasa ikut memiliki (sense of belonging) terhadap aneka sumber daya alam dan budaya sebagai asset pembangunan pariwisata. Pemasaran Pariwisata Konsep ”pemasaran”, pada umumnya dikonotasikan dengan promosi dan penjualan. Namun sebenarnya kegiatan pemasaran jauh lebih luas. Menurut Philip Kotler (2009), Pemasaran adalah fungsi manajemen yang mengatur dan mengarahkan semua kegiatan usaha berdasarkan hasil penilaian terhadap kebutuhan pembeli dan menyesuaikan daya beli mereka untuk menjadi permintaan yang efektif terhadap suatu produk atau jasa, serta mengalirkan produk atau jasa tersebut ke konsumen atau pengguna akhir dalam mencapai target keuntungan atau tujuan lain yang ditetapkan perusahaan atau organisasi. Pada dasarnya, pemasaran pariwisata adalah komunikasi antara pembeli dan penjual. Penjual harus memahami apa keinginan dan kebutuhan wisatawan/konsumen. Produk hendaknya dilihat dalam kaitan dengan keinginan dan harapan wisatawan. Pembeli dapat memahami apa yang dimiliki oleh penjual. Merujuk pada definisi pemasaran yang diberikan Philip Kotler, seperti dijelaskan di atas, maka ada kegiatan-kegiatan yang harus dilakukan dalam melakukan pemasaran, yaitu : 1. Memahami kebutuhan pelanggan dengan baik 2. Mengembangkan produk yang mempunyai nilai superior 3. Mendistribusikan 4. Mempromosikan produk dengan efektif Jadi pemasaran bukan sekedar menjual saja, melainkan merupakan kegiatan yang dimulai dengan menganalisis kebutuhan konsumen, mengembangkan produk hingga menjualnya. III.3. Konsep Pemasaran Pariwisata dalam Struktur Destinasi Secara umum tujuan dari pembangunan pemasaran dalam dan luar negeri adalah menyiapkan data dan informasi wisatawan nusantara dan mancanegara yang akan digunakan secara optimal bagi pengambil kebijakan dalam pemasaran pariwisata dalam negeri (pasar wisatawan nusantara) dan pariwisata luar negeri (pasar wisatawan mancanegara). Ruang lingkup pembangunan pemasaran meliputi pembekalan berbagai aspek, sebagai berikut: 1. Pasar Utama dan Pasar Potensial Pasar pariwisata mencakup batasan segmentasi wisatawan yang satu sama lainnya memiliki perbedaan, baik dalam hal negara asal, usia, jenis kelamin, pendapatan, pekerjaan, keinginan, sikap, daya beli dan cara-cara pembeliannya. Berbagai variabel tersebut yang dapat digunakan untuk mensegmenkan suatu pasar. Variabel utama yang dapat dilakukan untuk melakukan segmentasi adalah: a. Segmentasi geografis Segmentasi ini membagi pasar ke dalam unit-unit geografis, misalkan daerah/negara asal wisatawan mancanegara yang berkunjung ke suatu daerah tujuan wisata di Indonesia. Unit-unit geografis disini dapat berupa negara, provinsi, kota, kabupaten, dan kecamatan. b. Segmentasi demografis Segmentasi ini membagi pasar ke dalam kelompok-kelompok berdasar pada variabel demografis seperti, umur, jenis kelamin, jumlah keluarga, pendapatan, pekerjaan, pendidikan, agama dan kebangsaan. Segmentasi ini paling banyak digunakan oleh para pemasar, karena kebutuhan dan keinginan konsumen paling sering dipengaruhi oleh variabel-variabel demografis ini. c. Segmentasi psikografis Segmentasi ini membagi pasar ke dalam kelompok-kelompok berdasar pada orientasi nilai dan perilaku wisatawan yang merepresentasikan kelas sosial, gaya hidup, dan karakteristik pribadi/ individu. Seseorang yang berada pada kelompok demografis yang sama bisa memiliki profil psikografis yang berbeda. d. Segmentasi berdasar perilaku (behavior segmentation) Segmentasi ini membagi pasar kedalam kelompok-kelompok berdasar pengetahuan mereka, sikap, penggunaan atau tanggapan terhadap suatu produk. Setelah segmen pasar diidentifikasi, selanjutnya dipilih segmen yang paling menarik dan menguntungkan untuk dijadikan sasaran pasar (target market), yaitu pasar utama dan pasar potensial. Pengertian dari kedua kategori pasar ini adalah: a. Pasar utama merupakan pasar yang memiliki kontribusi signifikan (10 besar) sebagai penyumbang kunjungan terbesar secara nasional dan telah berlangsung dalam kurun waktu setidaknya 5 – 10 tahun terakhir. b. Pasar potensial adalah negara-negara sumber pasar yang karena faktorfaktor tertentu (kemampuan pembelanjaan, kecenderungan kunjungan yang tumbuh signfikan, dan aspek-aspek lain yang mengindikasikan nilai penting pasar tersebut, seperti lama tinggal /LOS dan revenue) 2. Persaingan Persaingan pasar pariwisata akan meliputi: a. Pesaing Utama Pendefinisian pesaing utama kepariwisataan Indonesia berpijak pada pengertian bahwa pesaing utama adalah negara-negara yang memiliki kesamaan dalam hal perolehan jumlah kunjungan, kedekatan aspek geografis, dan kesamaan produk dan pasar. b. Pesaing Khusus Pesaing khusus lebih mengacu pada beberapa kriteria tertentu yang diasumsikan secara tidak langsung dapat menjadi pesaing Indonesia dalam memperebutkan target pasar. Kriteria tersebut meliputi proksimitas lokasi/geografis dan posisi khusus mereka dalam pengembangan kepariwisataan Indonesia. 3. Pencitraan (Branding) Brand merupakan identitas yang dimiliki suatu destinasi wisata dan juga merupakan cerminan citra destinasi wisata (brand image). Setiap destinasi wisata mempunyai citra atau image tertentu yaitu mental maps seseorang terhadap satu destinasi wisata yang mengandung keyakinan, kesan dan persepsi (I Gde Pitana dan Putu G. Gayatri, 2005). Pencitraan merupakan bagian dari Positioning, yaitu kegiatan untuk membangun citra atau image dibenak pasar melalui desain terpadu antara produk, komunikasi pemasaran, kebijakan harga, dan saluran pemasaran yang tepat dan konsisten dengan citra atau image yang ingin dibangun serta ekspresi yang tampak dari sebuah produk. Positioning bertujuan membantu wisatawan untuk mengetahui perbedaan yang sebenarnya antara suatu destinasi dengan destinasi pesaing. Untuk membangun citra atau image maka perlu diketahui bagaimana persepsi wisatawan. Persepsi adalah bagaimana wisatawan melihat atau berpendapat mengenai suatu destinasi wisata. Persepsi tersebut terbentuk sejalan dengan pengalaman wisatawan terhadap suatu destinasi wisata selama berkunjung. Untuk menunjukkan perbedaan dengan destinasi pesaing, perlu dilakukan branding. Branding adalah proses komunikasi dari sebuah brand/produk. Bauran Pemasaran Salah satu definisi pemasaran adalah sebuah proses manajemen untuk mengidentifikasi, mengantisipasi, dan memuaskan kebutuhan pelanggan serta memberi keuntungan bagi perusahaan/organisasi. Jadi pemasaran bukanlah hanya kegiatan menjual saja. Dari definisi ini dapat dilihat bahwa ada kegiatan mengidentifikasi, mengantisipasi, dan memuaskan. Untuk memuaskan pelanggan terdapat beberapa variabel yang disebut bauran pemasaran (marketing mix.), yang terdiri dari produk (product), lokasi (place), harga (price) dan promosi (promotion). Bauran pemasaran terdiri dari empat variabel utama yang satu sama lain saling terkait erat dan menjadi kombinasi strategi dalam aktivitas pemasaran. Jadi konsep bauran pemasaran merupakan segala usaha yang dapat dilakukan untuk mempengaruhi permintaan akan produk. a. Produk (product) Produk (product) adalah sesuatu yang dapat ditawarkan kepada konsumen untuk memenuhi kebutuhan dan keinginan konsumen, dapat berwujud atau tidak berwujud atau kombinasi keduanya. b. Lokasi (place) Lokasi (place) adalah tempat dimana konsumen dapat mencari informasi, memperoleh penjelasan atau melakukan pembelian terhadap produk yang ditawarkan kepada konsumen. c. Harga (price) Harga (price) adalah harga yang dijadikan dasar penawaran kepada konsumen, ditetapkan sedemikian rupa sehingga menarik bagi konsumen dan bersaing dengan harga yang ditetapkan oleh pesaing terhadap produk yang sama. d. Promosi (promotion) Promosi (promotion) adalah suatu cara menginformasikan atau memberitahukan kepada calon pembeli tentang produk yang ditawarkan dengan memberitahukan tempat-tempat dimana orang dapat melihat atau melakukan pembelian pada waktu dan tempat yang tepat. Cara berpromosi akan berbeda-beda, tergantung dimana akan berpromosi. Pemasaran yang Bertanggungjawab (Responsible Marketing) Pembangunan pemasaran pariwisata Indonesia harus didasarkan pada prinsip-prinsip pemasaran yang bertanggungjawab. 1. Definisi Responsible Marketing Responsible Marketing adalah proses perencanaan, pengelolaan dan evaluasi kegiatan pemasaran serta bauran pemasaran, yang memperhatikan dan mempertimbangkan aspek lingkungan, pemberdayaan masyarakat, terpenuhinya hak-hak wisatawan, dan menumbuhkan rasa tanggung jawab wisatawan selama berwisata. Definisi diatas mengandung beberapa pengertian penting, yaitu: a. Pemasaran dipandang sebagai sebuah proses (perencanaan, pengelolaan dan evaluasi) yang berlanjut (sustainable), b. Upaya untuk memperhatikan dan mempertimbangkan kepentingan pelestarian lingkungan (nature conservation) dalam setiap aktivitas pemasaran, c. Memperhatikan dan mempertimbangkan tanggung jawab kepada masyarakat lokal (local community) sebagai tuan rumah (host) dalam setiap aktivitas pemasaran, d. Memperhatikan dan mempertimbangkan tuntutan, kebutuhan dan hak-hak wisatawan (tourists' rights), e. Mendorong wisatawan untuk turut bertanggung jawab dalam menjaga kelestarian lingkungan, mendukung pemberdayaan masyarakat lokal dan taat pada hukum dan aturan setempat. Dari definisi di atas dapat dilihat adanya penekanan penting dari pemasaran bertanggungjawab dibandingkan dengan kegiatan pemasaran pada umumnya, yaitu selain ditujukan untuk mencapai tujuan organisasi (unit bisnis) secara umum (penciptaan keuntungan komersial) juga diwajibkan untuk memperhatikan aspek kelestarian lingkungan, pemberdayaan masyarakat serta memastikan terpenuhi hak-hak wisatawan. 2. Prinsip – Prinsip Dasar Responsible Marketing Setiap tahapan dalam proses pemasaran dan perencanaan bauran pemasaran harus mampu menciptakan dimensi yang bertanggung jawab terhadap kelestarian lingkungan. Dalam hal ini lingkungan yang dimaksud meliputi, lingkungan biotik (lingkungan alam) dan lingkungan abiotik (sosial budaya, masyarakat, adat istiadat, dan sejenisnya). Setiap tahapan dalam proses pemasaran dan perencanaan bauran pemasaran harus mampu menciptakan dimensi yang bertanggung jawab terhadap pemberdayaan masyarakat. Dalam hal ini pemberdayaan masyarakat yang dimaksud meliputi, pelibatan masyarakat lokal dalam setiap kegiatan perencanaan dan operasional kegiatan pariwisata, peningkatan kesejahteraan masyarakat melalui penciptaan peluang usaha dan pendapatan, dan penguatan kapasitas organisasi di tingkat masyarakat lokal. Setiap tahapan dalam proses pemasaran dan perencanaan bauran pemasaran harus mampu menciptakan dimensi bertanggung jawab untuk memenuhi tuntutan dan kebutuhan dasar wisatawan serta menjamin hak-hak mereka selama berwisata.. Dalam hal ini hak-hak wisatawan meliputi di dalamnya hak untuk mendapatkan perlakuan yang sama (non diskriminasi), perlindungan hukum, keamanan, kesehatan, dan kemudahan aksesibilitas bagi para wisatawan dengan keterbatasan fisik. 3. Tolok Ukur Responsible Marketing a. Menumbuhkan peran serta masyarakat dalam kegiatan pariwisata di wilayahnya. Pemberdayaan masyarakat dalam arti luas dapat diartikan sebagai upaya untuk melibatkan masyarakat dalam proses perencanaan, implementasi dan evaluasi kegiatan pariwisata di wilayahnya. Untuk itu diperlukan adanya sistem yang dapat mengakomodasikan berbagai kepentingan antara pelaku pariwisata dengan masyarakat lokal. Dalam hal ini mekanisme komunikasi dan penciptaan kolaborasi kegiatan antara pelaku pariwisata (swasta dan pemerintah) dengan masyarakat menjadi sangat berpengaruh. Selain aspek pelibatan, pemberdayaan masyarakat juga perlu mencakup aspek ekonomis, dimana keuntungan yang diperoleh dari aktivitas pariwisata di sebuah komunitas harus dikembalikan secara proporsional kepada masyarakat yang bersangkutan. Dalam hal ini keberadaan sistem yang dapat mengakomodasi pengembalian keuntungan kepada masyarakat sangat diperlukan. Selanjutnya, untuk menjamin terlaksananya pemberdayaan masyarakat dalam proses dan bauran pemasaran, maka diperlukan adanya mekanise pengawasan dan evaluasi. b. Mendukung upaya-upaya konservasi/kelestarian lingkungan alam, sosial dan budaya. Salah satu tujuan utama dari penerapan Pemasaran Bertanggung jawab atau responsible marketing adalah, terciptanya keseimbangan antara penggunaan/pemanfaatan dengan pelestarian. Hal ini dapat diartikan sebagai upaya untuk melakukan investasi ulang dari hasil pendapatan yang diperoleh melalui kegiatan pariwisata, terhadap aset-aset lingkungan alam, sosial dan budaya yang telah digunakan untuk kegiatan pariwisata. Secara ekonomis, keuntungan yang diperoleh dari aktivitas pariwisata di suatu obyek wisata alam, harus disisihkan untuk merevitalisasi lingkungan alam di sekitarnya yang telah menjadi obyek kunjungan. Demikian halnya dengan keuntungan yang diterima dari suatu kunjungan ke obyek wisata budaya (misal, desa wisata, museum, candi, dan sebagainya), harus didistribusikan dalam prosentase tertentu untuk pelestarian dari obyek budaya yang bersangkutan Selain redistribusi keuntungan, yang perlu dilakukan dalam menjaga menjaga kelestarian lingkungan alam, sosial dan budaya adalah, mendorong tumbuhnya perilaku positif wisatawan terhadap alam, menjaga perilaku terhadap masyarakat lokal dan menghargai adat istiadat setempat. c. Mengembangkan persepsi positif wisatawan sebagai tanggapan atas terpenuhinya tuntutan, kebutuhan dan hak-hak mereka dalam berwisata. Salah satu indikator penting dari konsep Pemasaran Bertanggung jawab adalah, terciptanya kepuasan wisatawan atas pengalaman berwisata yang dikonsumsinya. Kepuasan disini dapat tercipta manakala produk dan layanan yang diterima oleh wisatawan sesuai dengan harapan dan kebutuhannya. Persepsi positif wisatawan dapat diciptakan melalui upaya untuk menjamin terlindunginya hak-hak asasi wisatawan, khususnya terkait dengan aspek kebutuhan dasar wisatawan (keamanan dan kesehatan), perlindungan hukum dan kesamaan hak (non diskriminasi). Dengan semakin tingginya motivasi untuk melakukan kegiatan berwisata, maka tumbuh pula pasar wisatawan yang memiliki keterbatasan fisik, sehingga untuk menciptakan kemudahan dalam berwisata sekaligus mengembangkan citra pariwisata yang aksesibel untuk semua, maka perlu adanya jaminan bagi kemudahan wisatawan dengan keterbatasan fisik tersebut, baik dalam aspek produk, informasi maupun distribusinya. d. Menciptakan sistem yang mampu menjamin diaplikasikannya konsep Pemasaran Bertanggung jawab pada proses dan bauran pemasaran oleh seluruh stakeholder periwisata. Untuk menjamin berjalannya konsep dan penerapan prinsip-prinsip Pemasaran Bertanggung jawab oleh stakeholder pariwisata, baik di tingkat pusat maupun daerah, maka diperlukan adanya manajemen informasi Pemasaran Bertanggung jawab yang mampu mengakomodasikan berbagai kepentingan dan peran serta kewenangan masing-masing stakeholder tersebut diatas. Sebagai upaya untuk mendorong para stakeholder pariwisata menerapkan konsep dan prinsip-prinsip Pemasaran Bertanggung jawab diperlukan adanya sistem yang dapat mengakomodasikan pemberian penghargaan dan sanksi (reward and punishment) bagi para pelaku yang terlibat dalam kegiatan pemasaran pariwisata. Sistem ini sekaligus dapat menjadi alat kontrol bagi penilaian atas keberhasilan atau penyimpangan yang dilakukan oleh pelaku pariwisata dalam pelaksanaan kegiatan pemasarannya. 4. Penerapan Sustainable Tourism Development dalam Responsible Marketing Responsible Marketing dalam industri pariwisata sebenarnya merupakan penjabaran dari konsep responsible tourism, khususnya terkait dengan aspekaspek produk dan promosi. Responsible tourism sendiri merupakan hasil dari koreksi terhadap perkembangan mass tourism (pariwisata masal) yang secara nyata telah banyak memberikan dampak negatif pada masyarakat lokal dan lingkungan alam. Pada masa lalu pembangunan pariwisata di hampir seluruh penjuru dunia (khususnya negara dunia ketiga/sedang berkembang) selalu diarahkan pada upaya mendapatkan sebanyak mungkin wisatawan untuk dapat meraup sebesar-besarnya devisa/pendapatan dari para wisatawan tersebut. Pada akhirnya beberapa permasalahan di tingkat masyarakat dan lingkungan mulai timbul dari adanya eksplorasi besar-besaran atas alam, budaya dan keunikan-keunikan lokal lainnya. Kondisi-kondisi diatas pada akhirnya disadari sebagai dampak buruk yang perlu untuk segera dicegah perkembangannya, baik melalui pembuatan rambu-rambu dalam pengembangan pariwisata yang berbasis pada lingkungan, maupun pelibatan masyarakat dalam turut menjaga aset budaya, alam dan lingkungannya sebagai aset penting bagi berlangsungnya kegiatan pariwisata.

TERAPAN BRAND “JOGJA ISTIMEWA” TERHADAP PENGEMBANGAN PARIWISATA BERBASIS COMMUNITY BASED TOURISM (CBT) DI YOGYAKARTA

ABSTRACT The brand of “Jogja Istimewa” (Jogja is Special) is one of boosters of tourism development in Yogyakarta which increases each yea...